Rabu, 21 Desember 2011

Perilaku Konsumen : Sikap Motivasi dan Konsep Diri


Perilaku Konsumen: VII. SIKAP MOTIVASI & KONSEP DIRI
BAB I
PENDAHULUAN
Landasan Teori
            Kata sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving”. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Berikut ini adalah pengertian sikap dari beberapa para ahli antara lain :
1   Menurut Thomas (1918) dan Znanieck (1974)
            sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu. Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan ilmu sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an Immigrant Group yang merupakan hasil riset yang dilakukannya bersama Znanieck. Dalam buku tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi sosiologi dari kedua sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut pandangan mereka dua hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan dan perubahan sosial adalah sikap individu dan budaya objektif (objective cultural).

2.  Menurut Allport (1935)
            sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait.
3.  Menurut Krech & Crutchfield,
            sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap. Konsistensi ini sangat ditekankan oleh Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to social objects”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan pada individu untuk belajar.
            Aiken(1970) menambahkan bahwa ; A learned predisposition or tendency on the part of an individual to respond positively or negatively with moderate intensity and reasonable intensity to some object, situation, concept, or other

     person. Sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Definisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. Definisi di atas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda, situasi, dan orang.
7.1 Komponen sikap
Komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
          Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b. Afektif (affective)
       Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c. Konatif (conative)
       Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
7.2 Sifat – sifat sikap
                                Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
ü  arah,
ü  intensitas,
ü  keluasan,
ü  konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986)
       Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
7.3 Penggunaan Multiatribut attitude modal untuk memahami sikap konsumen
            Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen adalah model multi atribut yang terdiri dari tiga model :
1.The attittude toward-object model
                Digunakan khususnya menilai sikap konsumen terhadap satu kategori produk atau merk spesifik. Hal ini untuk menilai fungsi kehadiran dan evaluasi terhadap sesuatu.Pembentukan sikap konsumen yang dimunculkan karena telah merasakan sebuah objek. Hal ini mempengaruhi pembentukan sikap selanjutnya.
2.The attittude toward-behavior model
       Lebih digunakan untuk menilai tanggapan konsumen melalui tingkah laku daripada sikap terhadap objek. Pembentukan sikap konsumen akan ditunjukan berupa tingkah laku konsumen yang berupa pembelian ditempat itu.

3.The theory of reasoned-action model
       Menurut teori ini pengukuran sikap yang tepat seharusnya didasarkan pada tindakan pembelian atau penggunaan merk produk bukan pada merek itu sendiri tindakan pembelian dan mengkonsumsi produk pada akhirnya akan menentukan tingkat kepuasan.
7.4 Pentingnya feeling dalam memahami sikap konsumen
    
     Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995).Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a.Pengalaman pribadi
       Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b.Pengaruh orang lain yang dianggap penting

       Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.
c.Pengaruh kebudayaan
       Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikapindividuterhadapberbagaimasalah.
d.Media massa
       Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.         
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
       Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f.Faktor emosional
       Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
7.5 Penggunaan sikap & maksud untuk memperkirakan perilaku konsumen
    
      Werner dan Pefleur (Azwar, 1995) mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of contigent consistency.
     Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut :
a.Postulat Konsistensi
       Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya hubungan langsung antara sikap danperilaku.
b.PostulatVariasiIndependen
     Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
c.PostulatKonsistensiKontigensi
     Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasikesituasilainnya.
 
  Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.
7.6 Dinamika Proses Motivasi
            Kata motivasi berasal dari Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah “Motive” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia kepada “Motif” yang artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya secara negatif atau positif untuk mencapai tujuannya. Selain itu, ada tiga elemen utama dalam motivasi antara lain : intensitas, arah, dan ketekunan.
       A. Pengertian motivasi menurut beberapa ahli :
1.Menurut Cropley (1985)
     Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku         tertentu”.
2. Menurut Wlodkowski (1985)
               menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (teori belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari pengkondisian).
B.Proses motivasi :
            1. tujuan.
          Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai, baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.
            2. mengetahui kepentingan
          Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata
            3. komunikasi efektif.
                        Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa mereka dapatkan.
            4. integrasi tujuan.
        Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta perluasan pasar. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.kedua kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya.
            5. fasilitas.
        Perusahaan memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
7.7 Kegunaan & stabilitas pola motivasi
       Motivasi menurut American Encyclopedia adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan topangan dan tindakan. Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia.
     Dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
            Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Motivasi konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan dengan kepuasan konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun kepuasan konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku konsumen mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku. Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen.
7.8 Memahami kebutuhan konsumen
            Kebutuhan konsumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. fisiologis.
     Dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan hidup lainnya.
2. keamanan.
     Berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan
3. afiliasi dan pemilikan.
     Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi   orang penting bagi mereka.
4. prestasi.
     Keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi
5. kekuasaaan.
     Keinginan untuk emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain
6. ekspresi diri.
     Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang  penting oleh orang lain.
7. urutan dan pengertian. Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan, pengertian, sistematisasi dan pembangunan system lain.
8. pencarian variasi. Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi
9. atribusi sebab-akibat. Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan   tindakan.

BAB II
PEMBAHASAN

Studi kasus
SIKAP KONSUMEN TERHADAP JERUK & PISANG LOKAL SEGAR
Kasus : Daerah Istemewa Yogyakarta
            Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan pertimbangan wilayah Propinsi D.I.Y merupakan pusat perdagangan bagi wilayah di sekitarnya. Sampel konsumen diambil dengan cara cluster random .
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen bersikap kurang suka terhadap buah jeruk lokal. Namun dijumpai bebrapa atribut jeruk yang disukai oleh konsumen adalah rasa dan kesegaran buah. Sedangkan yang kurang disukai adalah kebersihan kulit, masa simpan, harga dan ukuran buah jeruk. Bahkan konsumen tidak suka terhadap warna kulit buah jeruk. Ini menunjukkan bahwa atribut pengalaman (rasa dan kesegaran) merupakan atribut jeruk lokal yang disukai, namun atribut pencarian (kebersihan, harga, ukuran dan warna kulit kurang disukai oleh konsumen (Ragaert et al, 2004 & Carrasco.2007).
            Konsumen pisang bersikap kurang suka terhadap pisang lokal. Namun konsumen suka terhadap atribut kebersihan kulit dan rasa, dan bersikap kurang suka terhadap warna kulit, masa simpan, harga dan ukuran buah pisang.
            Buah pisang cenderung lebih disukai konsumen masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta bila dibandingkan buah jeruk. Ini disebabkan karena konsumen lebih mudah memperkirakan kualitas pisang daripada jeruk.



BAB III
Kritik, Saran
  1.Diperlukan upaya meningkatkan kebersihan kulit jeruk, baik dari kotoran yang melekat maupun dari tanda – tanda serangan hama .Peningkatan kebersihan kulit dari kotoran dapat dilakukan oleh petani/ pedagang dengan mencuci, sedangkan peningkatan dari tanda – tanda serangan hama dilakukan oleh petani dengan melaksanakan praktek pertanian jeruk yang baik.
  2.Kepada petani pisang disarankan untuk melaksanakan praktek pertanian pisang yang baik da melakukan penanganan pasca panen pisang secara baik agar warna kulit pisang menjadi lebih menarik konsumen.
  3.Kepada pedagang pengecer jeruk agar mempromosikan cita rasa jeruk lokal (rasa lebih manis, dan lebih segar/juicy) sebagai kelebihan jeruk lokal, dan kepada pengecer pisang hendaknya mempromosikan rasa yang lebih manis dan kulit yang lebih besar kepada konsumen, agar konsumen lebih memilih jeruk dan pisang lokal.
  4. Kepada pemerintah/lembaga swadaya masyarakat disarankan melakukan pendidikan konsumen, terutama kepada kelompok masyarakat keluarga muda berpendidikan rendah dan berpendapatan rendah, agar mereka lebih mengutamakan buah – buahan lokal segar. Karena dengan mengkonsumsi buah – buahan lokal segar akan membantu meningkatkan perekonomian agribisnis buah – buahan.



Selasa, 08 November 2011

Tugas Pertemuan 6 : Metode Riset


Bab IV
Hasil & pembahasan
4.1 Deskripsi
                Dalam melakukan penelitian ini dikaji beberapa data dengan menggunakan sampel di Jawa dan Luar Jawa meliputi Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan dimulai pada awal tahun 2007. Keberhasilan LKM dapat dilihat dari beberapa indikator. Dari sisi kelembagaan, indikator keberhasilan ditunjukkan oleh perkembangan jumlah peserta dan perkembangan aset serta dana yang terserap. Di LKM yang dikelola YPKUM Bogor-Jawa Barat misalnya, dana yang sudah tersalurkan sejak tahun 1989 sampai bulan Maret 2007 mencapai Rp 12 Milyar dengan kecenderungan meningkat, jumlah tabungan anggota mencapai 2,6 Milyard. Non Perfomance Loan (NPL), yang menunjukkan rasio tunggakan terhadap jumlah pinjaman relatif kecil (1,9 %), jauh dibawah batas toleransi (5%). Kondisi ini menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan cukup bermanfaat bagi masyarakat sebagai tambahan modal untuk usaha produktif. Buktinya, mereka mampu membayar angsuran kredit dengan lancar.

                Dari sisi Wilayah kerja, jumlah nasabah dan jumlah pinjaman juga terus meningkat. Pada awalnya, jumlah nasabah hanya 10 orang pada 1 desa dan 1 kecamatan. Menginjak bulan Maret 2007 jumlah nasabah meningkat pesat mencapai 5880 orang, tersebar di 12 kecamatan dan 83 desa. Ada sebanyak 1491 kumpulan (kelompok kecil) yang terdiri dari 5 orang) dan 394 rembug pusat (terdiri dari 2 - 6 kumpulan). Jumlah pinjaman per orangan pun mengalami peningkatan cukup tajam, pada awalnya besarnya pinjaman anggota hanya sebesar Rp 200.000, sekarang sudah ada yang boleh meminjam sebesar Rp 3 juta/th dengan bunga pinjaman 2,5 % per bulan atau 30% per tahun.Keberhasilan LKM di Tangerang teridentifikasi dari kemampuan LKM memberikan sumbangan terhadap PAD yang volumenya cenderung meningkat. Jika pada tahun 2006 menyetor PAD sebesar Rp 289 Juta, maka setoran untuk tahun 2007 telah ditargetkan akan mencapai Rp 600 juta. Modal awal LKM diperoleh dari Pemda Kabupaten Tangerang semenjak 2004, dan terus didukung Pemda sampai tahun 2007 sehingga total modal sampai tahun 2007 mencapai Rp 3,26 milyard.

                Dari aset tabungan dan cash money menunjukkan LPP-UMKM telah memiliki aset yang memadai. Tabungan yang dimiliki sampai tahun 2007 tercatat sebesar Rp 7,5 milyar dengan total piutang yang beredar di nasabah sebesar 5,7 milyar. Sedangkan cash money berupa aktiva lancar yang tersedia sebanyak Rp 1,3 milyar. Perputaran uang cukup besar, sebagai gambaran total penerimaan yang diterima LPP-UMKM per bulan sekitar Rp 230 juta. Setelah dikurangi biaya operasional, lembaga ini masih mendapatkan keuntungan Rp 100 juta per bulan.

                Dari sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat, meskipun awalnya digerakkan oleh segelintir orang namun dalam perkembangannya mengalami peningkatan pesat. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam kepengurusan LKM tercatat 53 orang karyawan (46 laki-laki dan 7 perempuan) dengan total wilayah layanan mencapai 7 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Tingkat keberhasilan yang dicapai LKM tersebut, agak berbeda dengan LKM sejenis yang khusus melayani kegiatan usahatani seperti LKM Prima Tani di Jatim, Sulsel dan NTB. Pada LKM yang disebutkan terakhir, kendalanya dihadapkan pada dukungan permodalan dan keberlanjutan kegiatan LKM terkait dengan aspek kaderisasi dan kapabilitas pengurus LKM.

                Keberhasilan pengelolaan keuangan oleh UPPKP di Gunung Kidul dicirikan oleh semakin meningkatnya volume uang beredar di kelompok tani, dan semakin lancarnya tingkat pengembalian pinjaman. Kondisi tersebut jauih lebih baik dibandingkan dengan ketika pengelolaan keuangan kelompok ini masih dilakukan institusi penyalurnya (Dinas Teknis terkait dengan Pertanian). Sementara itu di Sleman, penyaluran pembiayaan usahatani yang dilakukan secara bergulir juga menunjukkan keberhasilan, ditandai dengan semakin meningkatnya kemampuan anggota kelompok dalam mengembalikan pinjaman sehingga volume pinjamannya juga lebih meningkat lagi. Kemampuan tersebut merupakancerminan efektifnya pinjaman dalam penggunaannya di sektor usahatani.

4.2 Analisis
           
            Dari pengalaman YPKUM Nanggung dan LPP UMKM Tangerang diketahui proporsi dana yang dialokasikan untuk mendukung kegiatan di sektor pertanian tidak lebih dari 5 % dari total pagu kredit LKM. Sebagian besar dana LKM disiapkan untuk mendukung usaha di luar sektor pertanian. Oleh karena itu tidak mengherankan jika akhirnya muncul wacana untuk membentuk dan mengembangkan LKM sendiri guna mendukung usaha di sektor pertanian.
Pada bab sebelumnya disebutkan bahwa jumlah UKM  berjumlah 42 jutaan ternyata  menikmati akses permodalan dari LKM hanya sebesar 22,14 persen. Jika jumlah UKM yang belum memanfaatkan kredit mikro sekitar 30 jutaan unit, misalnya satu persen-nya memanfaatkan kredit mikro rata-rata sebesar Rp 2 juta maka akan muncul potensi permintaan kredit mikro total sebesar 0,3 juta unit x Rp 2 juta = Rp 600 triliun. Jumlah ini tentu tidak semuanya dimanfaatkan oleh lembaga perbankan, tetapi akan lebih banyak melalui LKM. Selain jumlah pasar kredit mikro yang masih luas, potensi yang masih besar bagi LKM adalah karakterisitik dari LKM itu sendiri. LKM umumnya dalam penyaluran kreditnya menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat



Bab V
Kesimpulan

5.1 Intisari

            Keberadaan LKM diakui masyarakat memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum/bank konvensional; Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari 10 % terhadap total plafon LKM; Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna jasa layanan LKM;
1. Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, antara lain dengan memperluas akses Usaha Kecil dan Mikro (UKM) dalam mendapatkan fasilitas permodalan yang tidak hanya bersumber dari lembaga keuangan formal tapi juga dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM),
2. LKM ternyata mampu memberikan berbagai jenis pembiayaan kepada UKM walaupun tidak sebesar lembaga keuangan formal, sehingga dapat menjadi alternatif pembiayaan yang cukup potensial mengingat sebagian besar pelaku UKM belum memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan,
3. Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena LKM masih menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan antara lain
Pemberdayaan aspek kelembagaan yang tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia dalam pengelolaan LKM dan kecukupan modal,
4. Upaya untuk menguatkan dan mengembangkan LKM sebagai salah satu pilar sistemkeuangan nasional, diantaranya yang mendesak adalah menuntaskan RUU tentang LKM agar terdapat kejelasan dalam pengembangan LKM. Serta komitmen pemerintah dalam memperkuat UKM sebagai bagian tidak terpisahkan dari pengembangan LKM



5.2 Saran & Rekomendasi
                Untuk memprakarsasi penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah penggunakredit. Sedangkan saran yang relevan dengan pengembangan LKM mencakup:
1. Perlunya strategi jangka panjang yang jelas dalam pengembangan LKM baik cetak biru maupun kelembagaannya sebagaimana strategi yang telah berjalan pada industri perbankan, mengingat kontribusi LKM yang cukup besar dalam pengembangan UKM
2. Perlunya pendalaman dan pengkajian yang lebih intensif tentang karakteristik LKM di Indonesia, agar RUU tentang LKM yang dihasilkan nanti akan menjadikan LKM semakin berkembang dan tangguh bukan sebaliknya




Alit Inanti
3ea11
16209004
Dosen : Prihantoro

Minggu, 30 Oktober 2011

Tugas Pertemuan 5 : Metode Riset


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DATA
Data yang digunakan dalam tulisan ini bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bank Indonesia, Pegadaian, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) serta sumber lainnya yang terkait. Pengumpulan data primer dari Pengurus LKM terpilih dan nasabah LKM sebagai responden dilakukan melalui diskusi kelompok dan wawancara individual (survey) menggunakan pedoman pertanyaan dan kuesioner.
            Jenis data primer yang dikumpulkan dari pengurus lebih difokuskan pada kondisi organisasi dan manajemen (O & M), skim kredit, faktor-faktor pendukung, kendala dan peluang pengembangan LKM. Sementara itu dari nasabah, data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik ekonomi rumah tangga dan permasalahan pembiayaan usahatani. Selain data primer dikumpulkan juga data sekunder melalui penelusuran informasi berbagai dokumen laporan kegiatan/program dan kebijakan pengembangan kelembagaan keuangan mikro, geografi, sosial ekonomi, dan review skim kredit Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

·         Primer
Tabel 1
Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Keuangan Mikro

Aspek
BPR & BRI Unit
Koperasi
Lembaga Keuangan Mikro Lainnya
Kemampuan menghimpun dana
Mengandalkan tingkat suku bunga > rata-rata bank umum
Mengandalkan jumlah anggota
Mengandalkan modal sendiri dan anggota
Kemampuan menyalurkan dana
Rasio Loan to Deposit (LDR), namun kualitasnya perlu diperhatikan
Terbatas karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha
Terbatas karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha
Kemampuan manajemen operasional
Tergantung pada beberapa SDM kunci
Tergantung pada pengurus
Tergantung pada pengurus
Kemampuan menghasilkan laba
Relatif lebih baik dibandingkan bank umum (ROE dan ROA)
Tergantung dari kemampuan dan komitmen anggota
Tergantung dari kemampuan dan komitmen anggota
Kemampuan jaringan dan akses pasar
Fokus pada usaha perdagangan
Masih terbatas
Masih terbatas
Kemampuan perencanaan dan pelaporan
Masih beragam, khususnya BPR yang mempunyai modal terbatas dan yang beroperasi di luar Jawa dan Bali
Masih kurang
Masih kurang

Sumber: Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004 dalam wijono 2005



·         Sekunder
Jumlah permintaan kredit mikro yang relatif besar, tentu tidak semuanya dimanfaatkan oleh lembaga perbankan, tetapi akan lebih banyak melalui LKM. Selain jumlah pasar kredit mikro yang masih luas, potensi yang masih besar bagi LKM adalah karakterisitik dari LKM itu sendiri. LKM umumnya dalam penyaluran kreditnya menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Jika contoh diatas dijalankan, maka akan membawa effect multiplier yang luar biasa karena akan dapat menggerakkan roda perekonomian. Bergulirnya aktivitas UKM akan meningkatkan proses produksi, menyerap tenaga kerja, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan kalangan pelaku UKM. Dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan akan ikut berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian nasional  (PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL: UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN Wiloejo Wirjo wijono, 2005)

3.2 Eksplorasi Data
            Sampel
            Sampel yang digunakan dalam tulisan ini adalah beberapa LKM dan nasabah LKM terpilih yang tersebar di berbagai daerah.
                       
            Populasi

            Adapun populasi yang digunakan dalam tulisan ini adalah dari pengkajian LKM di Jawa dan Luar Jawa meliputi Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan pada awal tahun 2007 dan juga bersumber dari BPS periode tahun 2000-2008.

3.3 Variabel dan Indikator
           
Dalam perkembangannya, lembaga Keuangan Mikro (sebagai Variabel terikat (X) lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Yang akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional (Variabel terikat (Y)).
                       


3.4 Model Penelitian              

PN           : Pembangunan Nasional
LKMP     : Lembaga Keuangan Mikro di Pedesaan
LKMPK  : Lembaga Keuangan Mikro dlm Pengentasan Kemiskinan
LKMPR   : Lembaga Keuangan Mikro dlm Pembiayaan Rumah
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
PN = a + LKMP + LKMPK + LKMPR 


ALIT INANTI
16209004
3EA11
ditugaskan oleh : Bpk Prihantoro